Miskin Bukan Alasan Untuk Takut Bermimpi - “Pendidikan adalah senjata paling kuat dan ampuh untuk mengubah dunia.” Nelson Mandela. Kutipan sang tokoh yang saya kagumi di dunia itu telah merubah hidup dan dunia saya sendiri. Meski kutipan itu saya dapatkan semasa saya kuliah, tidak ada kata terlambat untuk belajar.
Wisuda (source: kendaripos.co.id ) |
Nama lengkap saya Nikodemus Niko, biasanya saya dipanggil Niko. Saya berasal dari sebuah kampung kecil bernama kampung Pejalu yang letaknya berada di pedalaman Kalimantan Barat. Lebih tepatnya di Dusun Manang, Desa Cowet, Kecamatan Balai, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Sejak saya lahir hingga saat ini di kampung saya belum ada listrik negara atau PLN yang masuk.
Orang tua saya bekerja sebagai penyadap karet, yang jika digabung hasilnya 4-5 kg per-hari dan merangkap juga sebagai buruh tani di kampung. Artinya saya berasal dari keluarga petani yang tidak mampu. Sejak kecil saya sudah bekerja membantu pekerjaan orang tua saya, demi sekolah saya. Orang tua saya ingin, setidaknya saya bisa tamat SMA. Karena di kampung saya sangat sedikit orang yang sekolah sampai SMA, kebanyakan hanyalah tamat di SD atau tidak sekolah. Begitu juga dengan kedua orang tua saya, mereka tidak tamat sekolah dasar. Karena itu lah mereka tidak ingin anaknya mengalami hal sama seperti mereka.
Orang tua saya membanting tulang menyekolahkan saya hingga tamat SMA, saya sekolah di sekolah Katolik SMA Wiyata Mandala. Nilai akademik saya di sekolah boleh dikatakan bagus karena setiap semester saya selalu peringkat umum pertama di tingkat sekolah. Saya tidak pernah memikirkan masa depan apapun ketika itu, karena saya menyadari kondisi ekonomi keluarga saya.
Setelah lulus sekolah saya hanya ingin bekerja dan membantu beban orang tua saya, namun Tuhan memiliki rencana lain, di tahun 2010 saya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di Universutas Tanjungpura di Pontianak dengan beasiswa Bidik Misi. Saya menangis saat mengetahui pengumuman kelulusan itu. Karena saya tidak pernah bermimpi, bahkan saya takut memimpikan untuk duduk di bangku sebuah perguruan tinggi. Syukur-syukur saya bisa tamat SMA saja sudah merupakan anugerah besar.
Saya masih ingat betul bagaimana perjuangan ayah saya ketika itu, saat saya memberitahu bahwa ada beasiswa Bidik Misi untuk siswa yang miskin dan berprestasi. Namun kami tidak memiliki dokumen persyaratan seperti Kartu Keluarga, Akta Lahir bahkan saya belum memiliki KTP. Kami tidak punya uang untuk membuat semua persyaratan yang diminta, tetapi ayah saya nekat untuk mencari pinjaman uang untuk bisa mendapatkan syarat-syarat itu. Walau sangat kecil sekali peluang untuk diterima. Karena pelamar beasiswa itu lebih dari 2.000 orang dari seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Barat, yang hanya diterima hanya 320 orang, dan termasuk lah nama saya di antara mereka yang diterima. Rasa syukur tiada henti atas kesempatan yang di anugerahkan Tuhan kepadaku. Pada saat kuliah itu lah saya pertama kali menginjakkan kaki di Kota Pontianak, sepanjang hidup saya belum pernah kemana-mana, bahkan ke ibukota Kabupaten saja saya belum pernah. Di kota Pontianak saya memulai perjuangan baru, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Empat tahun menjalani masa studi bukanlah waktu yang sebentar. Saya berusaha untuk tidak ingin mengecewakan orang tua saya, dengan mengukir prestasi. Setidaknya ada beberapa prestasi di tingkat regional dan nasional yang saya dapatkan sebelum lulus sarjana. Dan semua prestasi yang berhasil saya ukir itu tidak lepas dari do’a kedua orang tua saya.
Saya lulus kuliah S1 pada tahun 2014 lalu, puji syukur saya lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi Sarjana pertama pada Program Studi Sosiologi di angkatan saya. Dan yang menjadi sejarah besar dalam hidup saya adalah saya satu-satunya seorang Sarjana di kampung saya. Meski berasal dari keluarga tidak mampu, semangat saya tidak pernah surut untuk mengukir mimpi-mimpi.
Sebulan setelah menyelesaikan studi S1, saya dinyatakan lulus dalam seleksi Beasiswa Pendidikan Indonesia dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan Republik Indonesia untuk jenjang S2. Saya belum pernah bahkan tidak pernah untuk memimpikan hal ini sebelumnya, disitu lah saya percaya bahwa selalu ada jalan dimana ada kemauan keras.
Ketika saya memberitahu orang tua saya tentang kelulusan saya di beasiswa LPDP, mereka tidak percaya kalau saya akan melanjutkan sekolah lagi di jenjang S2, sangat sulit bagi saya untuk meyakinkan mereka dimana saya pun masih tidak percaya dengan semua itu. Saya menyadari, butuh proses dan perjuangan panjang bagi saya untuk bisa meraih beasiswa bergengsi itu. Saat itulah saya percaya bahwa miskin tidak serta merta membunuh mimpi-mimpi saya, begitu pula dengan setiap orang yang ada di negeri ini. Semua orang memiliki kesempatan yang sama mendapatkan pendidikan, namun tidak semua orang dapat merangkul itu.
Saya yakin masih banyak orang-orang yang kurang beruntung di luar sana, takut untuk memimpikan pendidikan tinggi. Dengan usaha dan do’a niscaya mimpi itu tidak akan pernah padam, dan senantiasa ia akan menjadi nyata.
Orang tua saya bekerja sebagai penyadap karet, yang jika digabung hasilnya 4-5 kg per-hari dan merangkap juga sebagai buruh tani di kampung. Artinya saya berasal dari keluarga petani yang tidak mampu. Sejak kecil saya sudah bekerja membantu pekerjaan orang tua saya, demi sekolah saya. Orang tua saya ingin, setidaknya saya bisa tamat SMA. Karena di kampung saya sangat sedikit orang yang sekolah sampai SMA, kebanyakan hanyalah tamat di SD atau tidak sekolah. Begitu juga dengan kedua orang tua saya, mereka tidak tamat sekolah dasar. Karena itu lah mereka tidak ingin anaknya mengalami hal sama seperti mereka.
Orang tua saya membanting tulang menyekolahkan saya hingga tamat SMA, saya sekolah di sekolah Katolik SMA Wiyata Mandala. Nilai akademik saya di sekolah boleh dikatakan bagus karena setiap semester saya selalu peringkat umum pertama di tingkat sekolah. Saya tidak pernah memikirkan masa depan apapun ketika itu, karena saya menyadari kondisi ekonomi keluarga saya.
Setelah lulus sekolah saya hanya ingin bekerja dan membantu beban orang tua saya, namun Tuhan memiliki rencana lain, di tahun 2010 saya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di Universutas Tanjungpura di Pontianak dengan beasiswa Bidik Misi. Saya menangis saat mengetahui pengumuman kelulusan itu. Karena saya tidak pernah bermimpi, bahkan saya takut memimpikan untuk duduk di bangku sebuah perguruan tinggi. Syukur-syukur saya bisa tamat SMA saja sudah merupakan anugerah besar.
Saya masih ingat betul bagaimana perjuangan ayah saya ketika itu, saat saya memberitahu bahwa ada beasiswa Bidik Misi untuk siswa yang miskin dan berprestasi. Namun kami tidak memiliki dokumen persyaratan seperti Kartu Keluarga, Akta Lahir bahkan saya belum memiliki KTP. Kami tidak punya uang untuk membuat semua persyaratan yang diminta, tetapi ayah saya nekat untuk mencari pinjaman uang untuk bisa mendapatkan syarat-syarat itu. Walau sangat kecil sekali peluang untuk diterima. Karena pelamar beasiswa itu lebih dari 2.000 orang dari seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Barat, yang hanya diterima hanya 320 orang, dan termasuk lah nama saya di antara mereka yang diterima. Rasa syukur tiada henti atas kesempatan yang di anugerahkan Tuhan kepadaku. Pada saat kuliah itu lah saya pertama kali menginjakkan kaki di Kota Pontianak, sepanjang hidup saya belum pernah kemana-mana, bahkan ke ibukota Kabupaten saja saya belum pernah. Di kota Pontianak saya memulai perjuangan baru, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Empat tahun menjalani masa studi bukanlah waktu yang sebentar. Saya berusaha untuk tidak ingin mengecewakan orang tua saya, dengan mengukir prestasi. Setidaknya ada beberapa prestasi di tingkat regional dan nasional yang saya dapatkan sebelum lulus sarjana. Dan semua prestasi yang berhasil saya ukir itu tidak lepas dari do’a kedua orang tua saya.
Saya lulus kuliah S1 pada tahun 2014 lalu, puji syukur saya lulus dengan predikat cumlaude dan menjadi Sarjana pertama pada Program Studi Sosiologi di angkatan saya. Dan yang menjadi sejarah besar dalam hidup saya adalah saya satu-satunya seorang Sarjana di kampung saya. Meski berasal dari keluarga tidak mampu, semangat saya tidak pernah surut untuk mengukir mimpi-mimpi.
Sebulan setelah menyelesaikan studi S1, saya dinyatakan lulus dalam seleksi Beasiswa Pendidikan Indonesia dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan Republik Indonesia untuk jenjang S2. Saya belum pernah bahkan tidak pernah untuk memimpikan hal ini sebelumnya, disitu lah saya percaya bahwa selalu ada jalan dimana ada kemauan keras.
Ketika saya memberitahu orang tua saya tentang kelulusan saya di beasiswa LPDP, mereka tidak percaya kalau saya akan melanjutkan sekolah lagi di jenjang S2, sangat sulit bagi saya untuk meyakinkan mereka dimana saya pun masih tidak percaya dengan semua itu. Saya menyadari, butuh proses dan perjuangan panjang bagi saya untuk bisa meraih beasiswa bergengsi itu. Saat itulah saya percaya bahwa miskin tidak serta merta membunuh mimpi-mimpi saya, begitu pula dengan setiap orang yang ada di negeri ini. Semua orang memiliki kesempatan yang sama mendapatkan pendidikan, namun tidak semua orang dapat merangkul itu.
Saya yakin masih banyak orang-orang yang kurang beruntung di luar sana, takut untuk memimpikan pendidikan tinggi. Dengan usaha dan do’a niscaya mimpi itu tidak akan pernah padam, dan senantiasa ia akan menjadi nyata.
JENDELA PENULIS
Nikodemus Niko(Awardee LPDP Program Magister Universitas Padjadjaran Bandung)