Pendidikan Indonesia- Sarjana tanpa Skripsi- Skripsi adalah salah-satu syarat seseorang untuk mendapatkan gelar sarjana. Seorang sarjana jika dalam memperoleh gelar sarjananya tidak dengan cara mengerjakan skripsi dengan sungguh-sungguh bahkan membayar orang untuk membuatkan skripsi unuknya, itu sangatlah hina dang menghinakan dirinya sendiri. Masalahnya dia tidak bisa mempertanggungjawabkan hasil studinya selama dalam perkuliahan itu.
Di tahun 2013 lalu, ada kejadian yang aneh bin nyeleneh berasal dari salah-satu perguruan tinggi swasta di kota padangsidempuan. Dimana berita tersebut mengabarkan bahwa di perguruan tinggi swasta tersebut mahasiswanya tidak boleh membuat skripsinya sendiri, melainkan harus dikerjakan oleh dosennya sendiri. Dan dosen tersebut memasang tarif untuk skripsi mahasiswanya. Dan adapun mahasiswa yang ingin mengerjakan sendiri skripsinya sendiri, maka pengajuan judul skripsinya tidak akan dikabulkan oleh dosennya sendiri alias dipersulit.
Foto Sarjana |
Mahasiswa yang tak ingin kesulitan, akan menerima tawaran itu setelah tawar menawar soal harga dengan dosennya. Yang penting bagi mahasiswa, mereka bisa mendapatkan ijazah. Tidak peduli kalau memuja ijazah berarti buta nalar dan alpa etika.
Persoalan semakin ruwet bila skripsi yang ditulis para dosen itu dianalisis. Ternyata, skripsi-skripsi itu dihubungkan oleh watak yang plagiarisme. Antara skripsi yang satu dengan skripsi lainnya memiliki kemiripan dalam banyak hal, memplagiat. Ini sangat mungkin, karena si pembuatnya para dosen yang memang pelaku bisnis jasa pembuatan skripsi. Sedangkan dosen bersangkutan adalah orang yang punya wewenang untuk mengesahkan atau memutuskan apakah skripsi itu layak atau tidak.
Sulit membayangkan seorang dosen bisa mengerjakan 3-4 skripsi mahasiswa tanpa melakukan plagiat. Skandal plagiarisme adalah gejala yang umum di kalangan perguruan tinggi kita. Gejala yang sama juga bisa ditemuka di negara yang memiliki rekam jejak akademik yang kukuh dan panjang.
Persoalan semakin ruwet bila skripsi yang ditulis para dosen itu dianalisis. Ternyata, skripsi-skripsi itu dihubungkan oleh watak yang plagiarisme. Antara skripsi yang satu dengan skripsi lainnya memiliki kemiripan dalam banyak hal, memplagiat. Ini sangat mungkin, karena si pembuatnya para dosen yang memang pelaku bisnis jasa pembuatan skripsi. Sedangkan dosen bersangkutan adalah orang yang punya wewenang untuk mengesahkan atau memutuskan apakah skripsi itu layak atau tidak.
Sulit membayangkan seorang dosen bisa mengerjakan 3-4 skripsi mahasiswa tanpa melakukan plagiat. Skandal plagiarisme adalah gejala yang umum di kalangan perguruan tinggi kita. Gejala yang sama juga bisa ditemuka di negara yang memiliki rekam jejak akademik yang kukuh dan panjang.
Foto Iklan |
Kita ambil contoh Karl Theodor zu Guttenberg. Pada 1 Maret 2011, ia terpaksa mundur sebagai Menteri Pertahanan Jerman sesudah kontroversi yang membuat namanya diolok-olok koran Tageszeitung Berlin sebagai Googleberg.
Di Inggris skandal plagiarisme telah menyebabkan The London School of Economics terancam diplesetkan menjadi The Libyan School of Economics. Di Surabaya, setahun lalu, seorang mantan dosen diketahui membuat dan menjual 1.600 ijazah palsu: S-1, S-2, S-3, dan akta IV. Pemesan terbesar adalah guru. Ijazah-ijazah palsu itu menjadi modal mencari-mengukuhkan pekerjaan atau pamer status sosial.
Dunia pendidikan tinggi kita dirundung pendustaan misi dan etos belajar. Dusta seperti ini akan berlajut terus. Bisa dibayangkan apa jadinya bila mahasiswa yang lulus lantaran skripsinya dibuat dosen - ternyata pula skripsi itu hasil plagiat - berkarir sebagai pejabat pemerintahan. Sejak jadi mahasiswa saja sudah tidak punya tradisi akademik, terlibat plagiat, dan melakukan pendustaan atas etos pendidikan. Bukan mustahil, pejabat seperti ini yang kelak memanjakan korupsi.
Di Kota Padangsidempuan, tidak sedikit pejabat yang lulus dari perguruan tinggi swasta di kota ini. Perguruan tinggi swasta yang melahirkan lulusan setelah dosen mengerjakan ijazah mereka. Sebab itu, sudah saatnya ditegaskan bahwa gelar akademis yang disandang itu tidak sah bila terbukti diperoleh dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh etika akademik.
Foto Wisuda |
Pembuatan skripsi mahasiswa harus terikat oleh etika akademik. Tidak mematuhi etika akademik berarti menanggung risiko untuk diragukan integritasnya dalam berbagai aktivitasnya. Artinya, sarjana yang lulus lantaran skripsinya dibuat oleh dosen tak layak memakai gelar kesarjanaannya. Ya skripsi itu bagaikan gading yang dimiliki oleh seekor gajah. Apabila seekor gajah tidak memiliki gading, maka kegajahannya akan diragukan. Itu gajah atau bayi gajah? Itu mahasiswa atau anak SD?
Source: Medan Bisnis