Politik Rekrutmen CPNS- Menjadi aparatur Negara, merupakan impian terbesar bagi sekelompok orang, khususnya mereka yang tengah menjadi tenaga sukarela atau apapun namanya itu. Tidak jarang mereka rela mengeluarkan uang puluhan bahkan ratusan juta kepada para oknum hanya untuk memperoleh selembar SK dan sederet NIP sebagai tanda bahwa dia seorang PNS. Kondisi seperti ini terjadi hampir disetiap daerah.
Foto CPNS (source: setkab.go.id) |
Setiap pembukaan lowongan CPNS, selalu menjadi trending topic dikalangan tenaga honorer maupun tenaga sukarela yang tengah mengabdi di setiap instansi. Tidak jarang pula mereka (TKS dan Honorer) menemui kenyataan pahit dimana mereka yang telah mengabdi berpuluh-puluh tahun tidak juga diangkat sementara PNS-PNS baru yang umumnya masih berusia muda bermunculan dan siap menjadi atasan mereka.Keinginan yang besar untuk bisa menjadi bagian dari abdi Negara ini, rupanya menjadi komoditi tersendiri bagi para calon legislative maupun eksekutif di daerah untuk menjaring mereka dengan berbagai program bohong entah itu namanya “pendataan”, “pemetaan” atau istilah lain yang diartikan oleh para TKS dan honorer sebagai gerbang masuk menjadi abdi Negara yang sesungguhnya (PNS).Komoditi ini sudah barang tentu tidak dapat dinikmati oleh semua calon eksekutif maupun legislative, melainkan hanya milik mereka para incumbent.
Alhasil, dengan dilimpahkannya kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam hal rekrutmen CPNS telah menjadi komoditi politik yang ampuh dan laris dalam upaya mempertahankan kekuasaannya. Dengan iming-iming “akan diangkat, bila terpilih” sudah menjadi magnet kuat untuk meraih simpati dan dukungan dari para TKS dan honorer, yang umumnya berjumlah banyak ditiap-tiap daerah. Menyikapi kondisi seperti ini, sudah sepatutnyaditinjau kembali kebijakan proses rekrutment CPNS yang saat ini berlaku. Karena bukan hanya berpengaruh pada kualitas abdi Negara yang akan datang, akan tetapi sedikit banyaknya memberikan peluang terhadap praktik-praktik kotor dinamika politik di daerah.
Upaya yang dilakukan Kementrian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam memberantas para calo PNS, salah satunya dengan memberikan hadiah kepada siapa saja yang dapat membuktikan adanya saksi pencaloan dalam rekrutmen PNS sudah barang tentu merupakan langkah maju. Akan tetapi kebijakan inipun perlu didukung pula oleh segenap aparatur pemerintahan dan masyarakat di daerah. Proses rekrutmen CPNS yang dimulai dengan proses pendataan di daerah, tidak menjamin bersih dari campur tangan para pejabat di daerah, baik langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh seorang TKS atau honorer yang baru satu atau dua tahun bekerja, dapat masuk ke dalam daftar Kategori 2 (K2) sementara yang sudah bekerja bertahun-tahun tidak masuk. Hal ini banyak terjadi karena yang berwenang mengajukan daftar honorer yang masuk K-2 adalah para pimpinan di daerah.Bagi para calon legislative maupun eksekutif di daerah kisruh seputar penetapan CPNS di daerah merupakan komoditi politik unggulan. Hal ini disebabkan animo yang besar terutama dari para tenaga honorer dan TKS yang merupakan impian besar untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri. Apapun alasannya, menjadikan tenaga honorer dan TKS sebagai komoditi politik jelas merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak memberikan con
toh pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.Sudah saatnya Pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mulai merumuskan kebijakan teknis dalam hal rekrutmen CPNS. Salah satunya dengan memanfaatkan Teknologi Komputerisasi sebagaimana telah dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri dalam menyeleksi calon mahasiswanya. Dengan demikian dapat dipastikan campur tangan politik, percaloan, suap maupun tindakan-tindakan yang tidak terpuji lainnya dapat diminimalsir sekecil mungkin.
Profil Pengirim Artikel:
Nama : Dahlan,SH
Alamat : Jalan Raya Cibeber Km.14 RT.02/RW.02 Desa Cipetir-Kec. Cibeber Kab. Cianjur 43262
Telp. 081802028229
Pekerjaan : Guru di SMK YASPI Al-Falah Cibeber-Cianjur
Alhasil, dengan dilimpahkannya kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam hal rekrutmen CPNS telah menjadi komoditi politik yang ampuh dan laris dalam upaya mempertahankan kekuasaannya. Dengan iming-iming “akan diangkat, bila terpilih” sudah menjadi magnet kuat untuk meraih simpati dan dukungan dari para TKS dan honorer, yang umumnya berjumlah banyak ditiap-tiap daerah. Menyikapi kondisi seperti ini, sudah sepatutnyaditinjau kembali kebijakan proses rekrutment CPNS yang saat ini berlaku. Karena bukan hanya berpengaruh pada kualitas abdi Negara yang akan datang, akan tetapi sedikit banyaknya memberikan peluang terhadap praktik-praktik kotor dinamika politik di daerah.
Upaya yang dilakukan Kementrian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam memberantas para calo PNS, salah satunya dengan memberikan hadiah kepada siapa saja yang dapat membuktikan adanya saksi pencaloan dalam rekrutmen PNS sudah barang tentu merupakan langkah maju. Akan tetapi kebijakan inipun perlu didukung pula oleh segenap aparatur pemerintahan dan masyarakat di daerah. Proses rekrutmen CPNS yang dimulai dengan proses pendataan di daerah, tidak menjamin bersih dari campur tangan para pejabat di daerah, baik langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh seorang TKS atau honorer yang baru satu atau dua tahun bekerja, dapat masuk ke dalam daftar Kategori 2 (K2) sementara yang sudah bekerja bertahun-tahun tidak masuk. Hal ini banyak terjadi karena yang berwenang mengajukan daftar honorer yang masuk K-2 adalah para pimpinan di daerah.Bagi para calon legislative maupun eksekutif di daerah kisruh seputar penetapan CPNS di daerah merupakan komoditi politik unggulan. Hal ini disebabkan animo yang besar terutama dari para tenaga honorer dan TKS yang merupakan impian besar untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri. Apapun alasannya, menjadikan tenaga honorer dan TKS sebagai komoditi politik jelas merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak memberikan con
toh pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.Sudah saatnya Pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mulai merumuskan kebijakan teknis dalam hal rekrutmen CPNS. Salah satunya dengan memanfaatkan Teknologi Komputerisasi sebagaimana telah dilakukan oleh Perguruan Tinggi Negeri dalam menyeleksi calon mahasiswanya. Dengan demikian dapat dipastikan campur tangan politik, percaloan, suap maupun tindakan-tindakan yang tidak terpuji lainnya dapat diminimalsir sekecil mungkin.
Profil Pengirim Artikel:
Nama : Dahlan,SH
Alamat : Jalan Raya Cibeber Km.14 RT.02/RW.02 Desa Cipetir-Kec. Cibeber Kab. Cianjur 43262
Telp. 081802028229
Pekerjaan : Guru di SMK YASPI Al-Falah Cibeber-Cianjur