Yassaroh Putri Tukang Siomay Kuliah S3 di Belanda- Orang tua mana sih yang tidak ingin menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi (red: Perguruan Tinggi). Ya hampir semua orang tua di dunia ini bercita-cita menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, tak terkecuali Miftahuddin dan Marmina.
Miftahuddin dan Marmina merupakan pasangan suami istri yang berprofesi sebagai pedagang siomay di Parepare, Sulawesi Selatan. Sejak dulu pasangan suami istri ini memimpikan anaknya bisa lebih sukses dan beruntung dibandingkan merkea yang hanya sebagi penjual siomay.
Miftahuddin dan Marmina merupakan pasangan suami istri yang berprofesi sebagai pedagang siomay di Parepare, Sulawesi Selatan. Sejak dulu pasangan suami istri ini memimpikan anaknya bisa lebih sukses dan beruntung dibandingkan merkea yang hanya sebagi penjual siomay.
Yassaroh kuliah di Belanda (source: makssar.tribunnews.com) |
Miftahuddin dan Marmina membesarkan dan mendidik anak-anaknya di sebuah rumah panggung di Jalan Guru M Amin, Parepare/ Sulawesi Selatan. Marmina, ibu tiga anak, setiap pagi harus bersiap untuk berjualan bakso dan nasi goreng di warung kecil miliknya. Usaha ini dia kerjakan guna membantu suaminya yang hanya berprofesi sebagai tukang somay keliling.
Siapa sangka, dari usaha berjualan bakso serta jualan somay keliling mereka mampu menyekolahkan anaknya hingga jenjang strata tiga atau jenjang doktoral di Universitas Groningen, Belanda. Si sulung, Yassaroh berhasil menyelesaikan studi di pascasarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan nilai sangat memuaskan. Mengantongi IPK 3,88, Yassaroh pun berhasil mendapatkan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk melanjutkan kuliah jenjang S-3 di Negeri Kincir Angin, Belanda.
Yassaroh kecil mengenyam pendidikan di kota Parepare hingga menamatkan jenjang SMA. Selain selalu mendapat rangking satu sejak di bangku SMP hingga SMA, Yassaroh juga pernah mewakili ITB dalam program pertukaran mahasiswa di Jepang.
Saat studi strata satu di Universitas Negeri Makassar (UNM), Yassaroh juga mendapatkan banyak beasiswa. Bahkan, gadis yang mendalmi jurusan kimia melalui program kuliah bilingual itu berhasil lulus dengan nilai terbaik dengan IPK 3,97.
Di mata sang ibu, anak gadis kelahiran Surakarta, 23 Mei 1991 itu tidaklah terlalu pintar, namun memiliki ketekunan dan rajin. Yassaroh juga pantang bosan saat belajar.
"Pendidikan adalah suatu kebutuhan karena sebagus-bagus simpanan adalah ilmu," ungkap Marmina.
Sementara itu, Miftahuddin mengaku sangat bangga pada Yassaroh.
Dia hanya berpesan kepada anak sulungnya itu agar selalu rendah hati dan tidak berkecil hati memiliki orang tua yang hanya berprofesi sebagai penjual somay keliling.
"Meski pernah kesulitan memperoleh biaya buat awal kuliah Yassaroh, berkat ketekunan dan doa kepada Yang Kuasa akhirnya saya bisa menguliahkan anak," ungkap Miftahuddin.
Bagaimana ceritanya, menggugah hati kita gak? Yaps, cerita diatas sangat menginspirasi dan mencambuk diri kita yang seolah-olah gak mampu untuk kuliah, padahal penghasilan orangtua kita jauh lebih tinggi daripada penghasilan orangtua Yassaroh.
Banyak sekali pesan yang tersampaikan dalam kisah diatas, diantaranya kita tidak boleh menyerah pada keadaan, karena sesungguhnya keadaan itulah yang akan menjadi kekuatan kita untuk melompat lebih tinggi. Selain itu juga Yassaroh membuktikan bahwa kepintaran dan kecerdasan tidak bisa membantu banyak ketika kita sedang kuliah/ menuntut ilmu, tapi kerajinan dan mental pantang menyerahlah yang berkontribusi besar terhadap keberhasilan kita. So, buat kamu yang orangtuanya tidak mampu secara ekonomi janganlah berputus asa, teruslah berjuang. Kepada kamu juga yang merasa otaknya pas-pasan dan minder untuk masuk PTN/PTS favorit segeralah bangun dan mulai gencarkan belajar dari sekarang, percayalah sekeras apapun batu jika setiap hari diteteskan air, lama kelamaan batu itu akan legok (red: ada bekasnya), kalau menurut pribahasa sunda mah " Cikaracak Ninggang Batu, Laun-laun Jadi Legok". Semoga menginspirasi!
Siapa sangka, dari usaha berjualan bakso serta jualan somay keliling mereka mampu menyekolahkan anaknya hingga jenjang strata tiga atau jenjang doktoral di Universitas Groningen, Belanda. Si sulung, Yassaroh berhasil menyelesaikan studi di pascasarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan nilai sangat memuaskan. Mengantongi IPK 3,88, Yassaroh pun berhasil mendapatkan beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk melanjutkan kuliah jenjang S-3 di Negeri Kincir Angin, Belanda.
Yassaroh kecil mengenyam pendidikan di kota Parepare hingga menamatkan jenjang SMA. Selain selalu mendapat rangking satu sejak di bangku SMP hingga SMA, Yassaroh juga pernah mewakili ITB dalam program pertukaran mahasiswa di Jepang.
Saat studi strata satu di Universitas Negeri Makassar (UNM), Yassaroh juga mendapatkan banyak beasiswa. Bahkan, gadis yang mendalmi jurusan kimia melalui program kuliah bilingual itu berhasil lulus dengan nilai terbaik dengan IPK 3,97.
Di mata sang ibu, anak gadis kelahiran Surakarta, 23 Mei 1991 itu tidaklah terlalu pintar, namun memiliki ketekunan dan rajin. Yassaroh juga pantang bosan saat belajar.
"Pendidikan adalah suatu kebutuhan karena sebagus-bagus simpanan adalah ilmu," ungkap Marmina.
Sementara itu, Miftahuddin mengaku sangat bangga pada Yassaroh.
Dia hanya berpesan kepada anak sulungnya itu agar selalu rendah hati dan tidak berkecil hati memiliki orang tua yang hanya berprofesi sebagai penjual somay keliling.
"Meski pernah kesulitan memperoleh biaya buat awal kuliah Yassaroh, berkat ketekunan dan doa kepada Yang Kuasa akhirnya saya bisa menguliahkan anak," ungkap Miftahuddin.
Bagaimana ceritanya, menggugah hati kita gak? Yaps, cerita diatas sangat menginspirasi dan mencambuk diri kita yang seolah-olah gak mampu untuk kuliah, padahal penghasilan orangtua kita jauh lebih tinggi daripada penghasilan orangtua Yassaroh.
Banyak sekali pesan yang tersampaikan dalam kisah diatas, diantaranya kita tidak boleh menyerah pada keadaan, karena sesungguhnya keadaan itulah yang akan menjadi kekuatan kita untuk melompat lebih tinggi. Selain itu juga Yassaroh membuktikan bahwa kepintaran dan kecerdasan tidak bisa membantu banyak ketika kita sedang kuliah/ menuntut ilmu, tapi kerajinan dan mental pantang menyerahlah yang berkontribusi besar terhadap keberhasilan kita. So, buat kamu yang orangtuanya tidak mampu secara ekonomi janganlah berputus asa, teruslah berjuang. Kepada kamu juga yang merasa otaknya pas-pasan dan minder untuk masuk PTN/PTS favorit segeralah bangun dan mulai gencarkan belajar dari sekarang, percayalah sekeras apapun batu jika setiap hari diteteskan air, lama kelamaan batu itu akan legok (red: ada bekasnya), kalau menurut pribahasa sunda mah " Cikaracak Ninggang Batu, Laun-laun Jadi Legok". Semoga menginspirasi!