Ketidak sinkronnya Antara BSM dan KPS - Berangkat dari celetukan seorang wali murid tentang Bantuan Siswa Miskin –selanjutnya disebut BSM- yang sasarannya tak mengena pada murid yang tepat!
Siswa Miskin (source: suryamalang.tribunnews.com) |
Hal ini tentu menjadi wacana yang sering diperbincangkan. Ditengah keadaan ekonomi yang menghimpit dengan naiknya kebutuhan pokok, memaksa beberapa ibu-ibu di sebuah kampung, mencari tambahan penghasilan.
Alhasil, peluang untuk mendapatkan BSM pun menjadi sebuah ladang salah satu sumber penghasilan. Masalahnya adalah;
Apakah BSM tepat sasaran?
Seandainya iya tepat sasaran, apakah penggunaan BSM tersebut memang benar untuk kebutuhan pendidikan anak?
Hanya dengan dua pertanyaan ini, sebuah fakta terkuak, dan miris terjadi di dunia pendidikan.
Proses bagaimana pemerintah pusat mencairkan dana BSM ialah, dengan melihat data siswa miskin yang berjumlah sekian anak, yang dikirim dari masing-masing sekolah ke kantor dinas pendidikan. Pencairannya menunggu waktu. Entah dengan kebijakan apa? (Mungkin agar pembagiannya merata) tak semua anak mendapatkan BSM tersebut. Di sebuah sekolah dasar, dari 134 nama yang diajukan, yang mendapatkan BSM hanya 47 siswa saja. Itupun dengan syarat pencairan bahwa siswa tersebut memiliki Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
Justru inilah puncak dari masalah tersebut. Bahwa pemilik KPS ternyata tak hanya dimiliki oleh anak yang tidak mampu, namun beberapa dari warga yang tergolong kelas ekonomi menengah ke atas pun memiliki KPS tersebut.
Hasilnya pencairan dana BSM tidak tepat sasaran. Lantas bagaimana bisa anak yang tergolong dari keluarga kelas ekonomi ke atas bisa memperoleh KPS?
Proses pembuatan KPS yang sejatinya harus sangat teliti dan tepat. Namun beberapa desa membuatkan KPS kepada warga, dimana informasi pembuatannya tidak disebarluaskan secara terbuka, bahkan ada oknum atau pihak-pihak tertentu yang bersedia mempercepat pembuatan KPS jika membayar sejumlah uang dengan alasan transportasi. Ini jelas menjadikan anak yang dari keluarga golongan kelas ekonomi menengah ke bawah, kesulitan untuk mendapatkan kartu tersebut, padahal manfaatnya memang hanya untuk mereka.
Mirisnya! warga yang tidak mengerti justru menyalahkan pihak sekolah lantaran BSM tidak tepat sasaran. Padahal pihak sekolah dalam hal pencairan BSM, peran sekolah hanya mengajukan data semua siswa miskin ke kantor dinas pendidikan, dan setelah mendapatkan data siswa yang mendapat BSM, lantas membuat data kolektif dan surat pernyataan Kepala Sekolah yang menyatakan bahwa siswa tersebut masih berstatus siswa aktif belajar.
Ternyata peran KPS yang sangat penting ini, masih disepelakan proses pembuatannya, hingga akhirnya yang memiliki kartu tersebut, justru anak dari keluarga yang mampu.
Lantas seandainya iya tepat sasaran, apakah penggunaan BSM tersebut memang benar untuk kebutuhan pendidikan anak?
Setelah pihak sekolah mendapatkan data dari kantor dinas pendidikan, lantas ada beberapa berkas yang harus dilengkapi untuk pencairan BSM tersebut. Proses pencairannya ialah, orangtua/ wali murid datang langsung ke Bank, dengan membawa berkas-berkas yang diajukan. Dari pihak Bank sendiri sudah ada datanya lengkap dengan nomor rekening, jadi sangat mudah proses pencairannya.
Namun apakah iya dana BSM digunakan untuk kebutuhan sekolah anak? Realita yang ada, beberapa orangtua/ wali murid menggunakan dana BSM justru untuk kebutuhan pangan keluarga. Apakah ini salah? Jelas! sebab pemerintah menyalurkan dana tersebut sejatinya untuk membantu sekolah anak, bukan membantu kebutuhan pangan keluarga anak tersebut.
Lebih mengejutkan lagi, beberapa keluarga menganggap bahwa anak yang mendapatkan BSM adalah sumber penghasilan anak dari sekolah untuk keluarga.
Harusnya ini menjadi perhatian pemeritah, sebab dari pihak sekolah sendiri tak ada hak untuk menuntut keluarga yang mendapatkan BSM, agar penggunaannya diperlukan untuk kebutuhan anak di sekolah.
Bila perlu, bagi keluarga yang mendapatkan BSM harus melampirkan bukti tertulis -semacam laporan penggunaan dana yang disertai kwitansi-kwitansi- agar benar adanya bahwa dana BSM yang tepat sasaran juga tepat pengunaan.
Dari sini, dapat kita tarik kesimpulan bahwa masih banyak warga negara yang ingin berstatus warga miskin, padahal termasuk keluarga yang mampu.
Masih banyak warga yang beranggapan bahwa, BSM adalah salah satu sumber penghasilan keluarga yang diperoleh dari sekolah lewat anak yang berstatus siswa aktif.
Semoga menjadi renungan bersama. Hingga tak ada pihak-pihak tertentu yang terus menyalahkan pihak sekolah lantaran pencairan BSM tidak tepat sasaran. Semoga bermafaat.
(Mas JOB)