Ini adalah kisah tentang seorang guru yang divonis mengidap lupus di masa masa pengabdiannya mendidik anak anak bangsa. Lupus adalah penyakit yang aneh, karena justru sistem kekebalan tubuh seseorang malah menyerang organ organ tubuh yang sehat. Maka nya lupus disebut dengan autoimun.
Beliau adalah salah seorang guru di SD Islam Al Azhar 3 cirebon. Ibu yang tidak mau disebutkan namanya ini adalah sosok guru yang berdedikasi tinggi dan sangat kreatif, namun tetap bersahaja. Banyak inspirasi muncul dari pemikirannya dalam bidang seni lukis, menghias kelas, dan membuat suasana kelas menjadi nyaman bagi anak anak usia SD. Beliau juga banyak melahirkan generasi generasi juara dalam bidang melukis dan mewarnai. Dalam hal administrasi pun beliau sangat tertib. 27 tahun sudah beliau mengabdikan diri di SD Islam Al Azhar 3 Cirebon.
Namun di tengah tengah keasyikannya bergelut di dunia pendidikan, ada banyak sekali gejala gejala aneh yang dirasakannya. Suatu saat beliau tengah mengajar di kelas, tiba tiba rasa lelah yang teramat sangat dirasakannya ditambah dengan munculnya ruam ruam merah memar di kulit dan wajahnya. Terpaksa beliau tidak bisa melanjutkan kegiatan mengajar hingga akhir jam pelajaran. Beliau pun berobat ke dokter kulit dan dokter bilang itu alergi. Dan rasa sakit pada sendi dan tulangnya dianggap hanya penyakit rematik biasa. Keesokan harinya, beliau mengajar seperti biasa karena penyakit nya hanya alergi.
Selang beberapa hari, rasa itu muncul kembali bahkan lebih dari sebelumnya. Seluruh badan dirasanya seperti terbakar api. panas, sakit, pegal dan lemas seperti tak bertulang. Beliau pun harus kembali pulang disaat jam mengajar karena harus kembali berobat. Lama kelamaan, gejala aneh lainnya kian sering muncul. Maka, atas saran seorang wali murid yang berprofesi sebagai dokter, beliau pun disarankan untuk cek laboratorium. Dari hasil lab, beliau dirujuk ke salah satu rumahsakit di Bandung. Saat itu beliau sendiri masih bingung apa sebenarnya penyakit yang dideritanya hingga harus dirujuk ke Bandung. Dan betapa terpukulnya dan terpuruknya beliau, ketika dokter memvonisnya dengan sebuah penyakit yang konon belum ada obatnya yaitu penyakit autoimun atau lebih dikenal dengan "lupus". Tidak tanggung tanggung, stadium autoimunnya berada di level strong 3.. dan jenis autoimunnya menyerang ke setiap bagian tubuhnya, kulit, tulang, rambut, sendi sendi dan lainnya..astaghfirullah. Saat itu, berbagai rasa berkecamuk, takut, was was, kesal, sedih, marah dan lainnya bercampur menjadi satu menghadapi kenyataan ini.
Dengan berat hati, beliau meminta izin khusus karena harus menjalani perawatan dan pengobatan di salahsatu RS di Bandung. Di sisi lain, beliau memikirkan keadaan anak anak didik yang menjadi tanggungjawabnya, apalagi salah satu anak didiknya terindikasi hiperaktif.
Waktu berlalu, beliau kembali bisa mengajar meski berbagai rasa sakit dan mual akibat konsumsi obat obatan dalam jangka panjang dirasakannya. Panggilan jiwanya mengetuknya untuk tetap semangat mengajar dan mendidik anak anak bangsa. Sebagai "odapus" alias orang dengan lupus, tak terlintas sedikitpun di benaknya untuk berhenti mengajar karena mengajar bukan hanya masalah kerja tetapi juga menyangkut pendidikan anak bangsa.
Kini, 2 tahun sudah beliau menjalani hidup sebagai "odapus".Beban berat bahkan sangat sangat berat menjalani berbagai terapi dan pengobatan untuk "odapus" dirasakannya. Tetapi, ketika beliau berserah diri total pada ALLAH, beliau tampak sangat bersahabat dengan lupusnya bahkan beliau sering menyebutnya dengan istilah si "luppy". Beliau pun tetap aktif mendidik dan mengajar tanpa keluh kesah. Baginya, anak anak didiknya adalah kebahagiaan tersendiri dan hiburan dikala "luppy" nya tak mau kompromi. Beliau pun bergabung dalam komunitas odapus sehingga merasa lebih banyak sahabat yang dapat memahami kondisinya dan saling memotivasi.
Meski kadang kondisi nya sangat lemah, tetapi motivasi dari dalam dirinya untuk sembuh dari lupus sangat besar. Beliau yakin bahwa yang Maha menyembuhkan adalah Allah, bukan dokter dan bukan pula obat.
Dokter dan obat hanyalah sarana dan usaha manusia agar Allah memberi kesembuhan. Beliau mengatakan bahwa lupus ini adalah hadiah terindah dari Allah. Beliau mengatakan "Allah ingin selalu dekat denganku, Allah ingin selalu memelukku, maka dari itu DIA menghadiahkanku sebuah penyakit langka dan aneh "lupus" ". Dan yang paling beliau takutkan saat ini bukanlah kematian, bukan pula semakin parahnya penyakit, tetapi beliau takut jika suatu saat sembuh dari lupusnya tetapi terlepas dari pelukan ALLAH SWT. Kini, hilang sudah rasa was was yang ada, tergantikan dengan rasa syukur pada robbnya yang begitu besar. Beliau yakin bahwa dengan keikhlasan menerima apa pun takdir Allah, akan membuat kebahagiaan muncul jauh di lubuk hati yang paling dalam meski raga merasakan sakit yang teramat sangat yang tidak dirasakan oleh orang lain. Beliau yakin betul dengan firman Allah bahwa "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya"(QS.Al baqoroh:286). Beliau pun ingin tetap meneruskan pengabdiannya mendidik generasi penerus bangsa ini sebagai bekal pahala untuk kehidupannya yang abadi kelak.
Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi guru guru lain untuk tetap istiqomah mendidik dan mengajar anak anak bangsa apapun dan bagaimanapun kondisinya. Karena mendidik adalah tugas mulia, mendidik berarti memupuk masa depan bangsa dan mendidik memberi banyak bekal untuk kehidupan yang kekal abadi nanti.
Terimakasih penulis sampaikan kepada beliau atas kesempatan untuk memaparkan inspirasi ini. Beliau adalah guru kehidupan bagi penulis pribadi dan juga bagi guru guru lain. Mendidik anak anak bangsa dalam kondisi sehat saja adalah perjuangan panjang dan berat, apalagi diiringi dengan perjuangan menghadapi penyakit autoimun yang siap menyerang kapan saja dan dimana saja. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. aamiin.
JENDELA PENULIS
Ibu Pitriyah |
Nama : Pitriyah
Pendidikan: S1 Pendidikan Bahasa Inggris STAIN Cirebon
Pekerjaan: guru bahasa Inggris SDI Al Azhar 3 Cirebon