Anak kebanyakan les - Kisah dibawah ini semoga menjadi pelajaran berharga untuk para orangtua agar lebih memperhatikan kondisi psikologi anak. Pada hakikatnya, memang tidak ada orangtua yang tidak ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Namun, perlu diingat juga bahwa anak bukanlah sebuah robot yang hanya bisa dimainkan dan diarahkan begitu saja. Anak juga tetap seorang manusia yang mempunyai keinginan dan perasaannya sendiri. Kasih sayang yang diberikan oleh orangtua jangan sampai menjadi bentuk ambisi tersembunyi yang justru menimbulkan kesengsaraan untuk anak.
Anak kebanyakan les |
Kisah ini diceritakan oleh Andi Teposs melalui akun facebooknya pada 18 Juli 2016. Anak dalam kisah adalah anak wanita karir lulusan S2. Nama anak tidak akan disebutkan demi kebaikan bersama.
Usia anak tersebut baru menginjak 6 tahunan. Ia sangat cantik. Namun siapa sangka, masa kecilnya tidak bisa sebahagia anak-anak lainnya. Kini, ia justru berada disebuah rumah sakit. Mirisnya lagi, bukan sakit yang lazim diderita oleh anak-anak seusianya. Ia terpaksa harus dirawat di rumah sakit jiwa.
Mendengar kata rumah sakit jiwa, pasti sudah bisa ditebak sakit apa yang diderita oleh sang anak. Ya... sang anak mengalami gangguan psikologis karena terlalu diforsir untuk mengikuti beragam les. Akibat tekanan yang ia terima dari tempat les yang diikuti, setiap kali ditanya, sang anak akan menjawabnya dengan melantur, seperti menjawabnya dengan perkalian, pertambahan, bahasa inggris, huruf hijaiyah, atau hanya menirukan gaya guru lesnya menjawab. Bukan hanya itu, ketika sang anak bertemu dengan orang yang memakai baju guru dia langsung tertekan. Menurut psikolog, sang anak mengalami kejenuhan akibat mengikuti les matematika yang target tugasnya 1 buku harus selesai 10 menit. Kemudian les Bahasa Inggris, terus PR sekolah, les mengaji dan lain-lain sehingga terlalu banyak beban pikiran yang dipikulnya. Si anak hanya mau bercerita dengan psikolognya, tetapi jika ditanya oleh orang lain, jawabannya angka-angka, Bahasa Inggris atau pelajaran mengaji.Baca Juga: Ini Dia Cara PTN Memilih Penerima Beasiswa Bidikmisi Tepat Sasaran
Akibat terlalu banyak diarahkan untuk ikut berbagai les, sang anak tidak mau tidur dengan ibunya. Ia justru lebih merasa nyaman jika tidur dengan dokter yang menemaninya. Sungguh miris, mungkin itulah bentuk ketidaknyamanan sang anak dengan orang yang seharusnya memiliki ikatan yang kuat dengannya.Baca Juga: 4 Kecerdasan yang Wajib Dimiliki Mahasiswa Baru
Semoga saja kisah tersebut dapat memberikan pelajaran berharga untuk para orang tua agar tetap memperhatikan tahapan perkembangan anak. Anak memiliki hak untuk bermain. Berikanlah kenangan masa kecil yang terindah untuk diingat anak ketika ia sudah beranjak dewasa.